Breaking

Rabu, 14 Maret 2018

Maret 14, 2018

10 Cara Mengatasi Postingan Sepi Komentar dan Tidak Layak Share


















Alasan seseorang pensiun dari dunia blogging salah satunya adalah “kehabisan topik”.
Ketika baru mulai memasuki dunia blogging kita akan rajin menerbitkan artikel. Mungkin kamu rutin setiap hari menulis sebuah artikel, atau tiga hari satu artikel.
Tapi setelah menerbitkan banyak artikel kalian mulai menyadari kalau blog kalian tetap sepi pengunjung. Masalahnya di mana?

Sabtu, 10 Maret 2018

Kamis, 08 Maret 2018

Maret 08, 2018

Asal Usul Anjing Berkawan Manusia




Dalam sebidang rimba yang luas dan subur, hiduplah beraneka-ragam binatang dengan cara hidupnya sendiri-sendiri. Dalam rimba itu tidak pernah terdapat ketentraman, selalu bertengkar karena kemauan dan cara hidup yang berbeda-beda itu. Maka susahlah bagi mereka untuk rukun karena sudah begitulah hendaknya.

Di atas sepohon kayu  yang tinggi dan besar berkumpullah beratus-ratus ekor Bangsa Elang bermufakat untuk mengadakan musyawarah guna keamanan isi rimba itu. Bangsa Elang bersedia untuk terbang di atas rimba itu agar isi rimba keluar melihat mereka yang sedang terbang beredar. Apabila telah keluar isi rimba, maka bangsa murai akan memberitakan maksud elang terbang beredar. Maka terbanglah beribu-ribu ekor murai ke pokok kayu, tempat elang berkumpul itu, mereka setuju akan maksud elang yang baik hati itu. Seketika itu pula berterbanganlah beribu-ribu ekor elang sambil terus berteriak-teriak.
Maret 08, 2018

Sapardi Djoko






Permasalahan suatu kaum berbeda dengan permasalahan sebuah negara.

Sangat keji bila sebuah negara dipimpin oleh seseorang yang suka berjudi dan suka korupsi, tidaklah mungkin bila sebuah negara tidak mempunyai pemimpin.

Selama beberapa hari terakhir, semua negara di dalam negeri maupun di luar negeri mendesak, agar salah satu dari generasi muda harus menjadi seorang pemimpin. Karena tidak ada seorang pun yang bersedia, maka pada akhirnya, pada suatu hari yang cerah, ketika suhu udara sedang enak-enaknya, langit biru pun tak tertutup oleh awan, ribuan rakyat melakukan aksi demo besar-besaran. Berteriak-teriak mereka dengan nada memohon, agar untuk kepentingan Bangsa dan Negara, ada salah satu pemuda yang bersedia menjadi calon pemimpin baru.

Selasa, 06 Maret 2018

Maret 06, 2018

Kau (Bukan) Anakku





"Anak itu terlahir dari buah kasih, tanpa itu dia bukanlah seorang anak. Seorang anak yang lahir ke dunia dari sebuah cangkang rembulan, bila mana anak itu baik parasnya, tubuhnya perkasa. Dia adalah anakmu. Namun, suatu hari ketika tepat gerhana bersenandung, anak itu bukanlah anakmu.”

Begitu bunyi pesan yang kudengar dari seorang kakek tua yang tak sengaja kutemui di persimpangan jalan Jendral Sudirman Palembang ketika diri ini hendak membuang sisa sampah dari tempat kerjaku. Kakek itu datang dan dengan nada serak berkata kepadaku,”Maukah kau anak muda mendengarkan sebuah cerita tentang seorang anak yang hancur hatinya bisa memorak-porandakan hati ibunya dan mengoyak hati ayahnya?”

Senin, 26 Februari 2018

Februari 26, 2018

Terampil dan Cerdas Berbahasa Indonesia Sebagai Media Pendidikan Karakter Bangsa di Abad 21




Mengenang Gorys Keraf, salah seorang ilmuwan ternama yang ahli dalam bidang bahasa dan tata Bahasa Indonesia. Gorys Keraf dapat dibilang sebagai ilmuwan bahasa dan telah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang memiliki andil yang besar dalam memajukan dan memperkenalkan Bahasa Indonesia kepada seluruh masyarakat Indonesia. Mengapa harus Gorys Keraf? Sebuah pertanyaan yang muncul dari seorang penulis terhadap pentingnya sosok Gorys Keraf di masa lampau. Salah satu peran Gorys Keraf diungkapkan seorang ilmuwan Bahasa bernama Bambang Kaswanti Purwo (1987) bahwa melalui buku karangannya “Buku Tata Bahasa Indonesia” beliau sukses menyentuh denyut nadi Bahasa Indonesia dan mempengaruhi banyak pelajar dan mahasiswa di tanah air pada masa itu. Hal ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai alat komunikasi semata, namun Bahasa Indonesia juga menjadi salah satu solusi agar seluruh kaum tua dan kaum muda dapat bersatu membangun negara yang lebih baik ke depannya. Akan tetapi, keprihatinan terhadap bangsa di zaman modernisasi ini sungguh sangat beralasan. Pada masyarakat urban, budaya-budaya lama mulai usang dan ditinggalkan, digantikan dengan budaya baru dari bangsa luar yang semakin mengancam kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan di Indonesia. Salah satunya adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang mulai mengalami pergeseran bahasa. Disinilah seharusnya seluruh masyarakat terutama mahasiswa dapat mengambil peran penting tersebut. Mahasiswa sebagai pengemban negara harus dapat menunjukkan dan meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya Bahasa Indonesia melalui tiga hal, yaitu pengembangan karakter dan identitas bangsa, menyadarkan semua golongan bahwa membaca itu penting, serta sebagai fasilitator untuk mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat mengajak masyarakat agar menyadari pentingnya Bahasa Indonesia bagi bangsa.

Minggu, 25 Februari 2018

Februari 25, 2018

Pahlawanku Bakir


“Sebentar tak bukain pintunya sebentar.” 

Lelaki jangkung berwajah terang yang membukakan pintu terlihat takjub begitu mengenali siapa yang mengetuk pintu rumahnya. Pastinya dia sama sekali tidak menyangka akan kedatangan aku yang begitu tiba-tiba.

Ketika kemudian dengan keramahan yang begitu hangat dia mempersilakan aku untuk masuk, tanpa ragu-ragu aku lebih memilih duduk di kursi rotan yang terpampang di seberang ruangan. Nikmat dan penuh dengan kerinduan duduk di atas kursi rotan yang usianya mungkin sudah terbilang tua ini, namun masih kokoh menopang berat badanku yang semakin melebar ini. Dia pun turut duduk, tapi pandangannya justru diarahkan ke luar jendela, di mana berderet rapi pohon-pohon ketapang kencana di sana. Aku pun langsung paham, kedatangaku yang begitu tiba-tiba ini membuat hatinya diliputi dengan keharuan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dia butuh untuk menenangkan dirinya sejenak.

Dia adalah Bakir, sahabat masa kecil terbaik aku. Hampir 20 tahun aku tak bertatap muka lagi dengannya dikarenakan adanya urusan kerja ayahku, sehingga dia memboyong kami sekeluarga untuk pindah ke luar pulau. Maksud kedatanganku salah satunya adalah ingin meminta maaf karena tak pernah sekalipun datang untuk sekedar bersilaturahmi.

      “Jadi apa yang membawamu kemari?”

      “Aku rindu kursi rotan ini.”

    “Palsu! Kau dulu pun tak suka duduk di kursi rotan ini, jika begitu rindunya mungkin sudah kau bawa diam-diam kursi rotan ini ketika kau pindahan kemarin.”

Aku tersenyum. Hanya sebentar kecanggungan di antara kami sebelum obrolan meluncur begitu deras melalui lidah dan mulut kami. Lisan kami begitu lincah, menandakan begitu banyak hal yang ingin disampaikan.

***

Bertemu dengannya begitu banyak ingatan yang keluar secara membabi buta tanpa bisa dibendung lagi. Salah satu ingatan yang menjadikan dia selalu lekat di ingatanku ialah ketika bel pulang berbunyi tanda sekolah telah usai. Tentu dia mengingatnya pula, karena sebagai seorang sahabat, dia jauh lebih tulus dan setia daripada aku.

Cerita itu bermula ketika aku, dia, dan dua teman lainnya hendak pergi ke sungai kecil di luar desa yang konon katanya angker. Awalnya Bakir menyuruhku pulang karena ia hendak mengikuti dua teman lainnya pergi. Merasa terasingi aku menyatakan ingin ikut, tapi dia tetap keberatan. Dia tahu dengan pasti ayah dan ibuku pun melarang aku untuk pergi. Sering memang aku mendengar desas-desus bahwa ada sebuah sungai yang konon katanya berisi penghuni mistis. Sungai itu sangat jarang didatangi, akan tetapi dari yang kudengar juga katanya pemandangan di sana indah nan elok. Dan bagian akhirnya itu terdengar sangat mengasyikkan. Sayang orang tuaku tak pernah mengizinkanku untuk pergi jauh-jauh dari rumah. Tapi siang itu aku nekat dan memohon-mohon agar Bakir mengizinkan aku untuk ikut. Dan akhirnya dia tak kuasa menolak permintaanku.
                
     “Tak pulang dulu kau ke rumah izin sama ibu bapak kau?” aku pun bertanya karena heran dibuatnya. Dia langsung memimpin untuk berangkat, perjalanan ini pun tak dekat, bagaimana bila orang tua Bakir khawatir. Iya aku tahu ibu bapaknya juga sibuk bekerja dan tak banyak peduli ke mana anaknya pergi. Tapi tak izin rasanya nanti timbul rasa cemas di batin mereka.

     “Tak apa, kau tenang saja. Kita pergi tak lama, sebelum petang kita sudah pulang. Kuharap kau menjadi pengingat aku untuk pulang sebelum petang,” jawabnya dengan santai.

Sambil menggerutu aku pun mengiyakan kehendak temanku itu. Karena aku tahu dialah satu-satunya temanku yang sangat mencintai keluarganya melebihi apapun. Darinya aku banyak belajar tentang arti mencintai keluarga yang sesungguhnya. Satu demi satu pelajaran aku ambil dari sikapnya karena memang begitulah hendaknya.

Kami lalu berjalan sepanjang galengan besar di areal persawahan beberapa puluh meter setelah melewati kebun dan kolam gurami di belakangnya. Di kejauhan, mulai terlihat aliran kecil dari sungai tersebut. Rasa hati jadi tenang. Musim hujan, aliran sungai kecil ini sedikit deras, bebatuan kecil terasah licin karenanya, areal ini sedikit berbahaya bila tak hati-hati melangkah. Aku merasa tidak akan berani berada di sini sendirian.

Kami turun menyusuri setapak demi setapak, hingga akhirnya berdiri di dekat bibir sungai. Hanya dalam beberapa menit, teman lainnya berteriak-teriak gembira, memang udara sejuk di sini bukan main adanya. Aku pun berteriak-teriak antusias, tidak pernah aku merasa bahagia seperti ini. Mungkin keangkeran di sini hanyalah cerita omong kosong belaka. Bakir pun tenang-tenang saja, bersiap terjun ke dalam pesta anak-anak sekolahan. Kami semua pun melepas alas kaki karena ingin merasakan airnya yang segar.

Rasanya belum terlalu lama berada di sana dan aku pun baru berlari-lari sedikit di pinggir sungai, tiba-tiba angin berubah perangai. Kakiku yang kecil terserempet batuan kecil yang licin, lalu tubuhku kehilangan keseimbangan. Byur! Aku tercebur ke dalam sungai. Dan tragisnya aku tak bisa berenang.

      “Tolong! Tolong!” teriakku dengan susah payah.

Bakir pun panik, dia menyuruh kedua temannya untuk membantunya mengangkatku ke atas. Namun apa yang mau dibilang, mereka malah lari dan meninggalkan Bakir dan aku di sini. Mereka takut katanya itu perbuatan penghuni di sini yang marah dan mereka tak mau ikut terseret ke dalamnya. Bakir pun semakin panik. Tanpa pikir panjang dia melepas baju sekolahnya, lalu melompat ke dalam sungai. Walaupun Bakir memiliki badan yang lebih kecil dariku, tapi dia memiliki fisik terkuat dari teman-teman lain di sekolah, dia pun pandai berenang tidak sepertiku.

Hingga saat itu kali pertama aku menamai dia pahlawanku. Tanpa bantuan dia yang sigap mungkin aku sudah terbawa arus sungai dan lenyap entah ke mana. Persahabatan dia bukanlah isapan jempol belaka, tidak seperti teman-teman lain yang hanya mendekatiku karena ada maunya saja. Tidak dengan Bakir, dia tulus menjadi teman baikku tanpa berniat meninggalkanku.

***

Ketika kejadian di sungai kecil itu terkadang aku merasa bersalah karena tidak menuruti perkataan Bakir. Seusai ia menolongku, aku pun menggigil sangat hebat. Lalu dengan suara bergetar, dia mencoba membuat sebuah teriakan untuk meminta pertolongan. Sayang, tidak ada seorang pun yang mendekat dan dia sendiri kemudian mengakui bahwa kami telah terlalu jauh berjalan. Sadar aku membutuhkan pertolongan secepatnya, dia menggendong aku di atas punggungnya, lalu berlari sembari membujuk-bujuk aku untuk tetap tenang. Napasnya memburu kelelahan, tapi rasa tanggung jawab yang besar seperti memberinya kekuatan berlipat. Sayang, sesampai di rumahnya bukan lain yang didapatnya kecuali caci maki Ayah dan Ibunya. Pipinya sempat pula kena tampar Ayahnya yang murka. Sementara itu, aku langsung dilarikan ke puskemas di desa.

      “Iya kau tahu betapa sakitnya tamparan bapak saat itu? Pedas sekali di pipi aku.”

      “Salahmu sendiri tak minta izin dulu. Makanya kau kena tampar.”

Kemudian kami pun tertawa menceritakan kejadian yang sudah lampau itu.

      “Sebenarnya itu salahku. Mengajakmu adalah sebuah kesalahan, mungkin tamparan itu seberanya pengingat buatku untuk lebih waspada.”

Kami tertawa lagi. Tertawa dan tertawa seakan-akan seluruh rentetan kejadian yang akhirnya menjadi pengingat abadi persahabatan kami itu bukanlah sebuah kejadian meloloskan diri dari maut karena waktu telah menghapus semua kengeriannya.

Kini ibunya telah meninggal, bertambah lagi masalah berat yang kini menjeratnya. Dia bercerita tentang perilaku ayahnya yang masih sering berjudi dan mabuk-mabukan. Hingga pada akhirnya hutang di mana-mana, beban berat bertambah di pundaknya.

      “Ayahku dulu memang orang yang memiliki sifat yang buruk. Hanya saja semakin tua malah semakin menjadi-jadi saja tingkahnya. Padahal Ibu dari dulu menasehatinya, sampai kini ibu telah tiada masih saja dia tak berubah.”

      “Hutang itu ulah bapakmu?”

      “Kau tahu kami ini bukan keluarga yang memiliki harta berlimpah. Untuk makan pun aku harus banting tulang keliling desa. Akan tetapi ayahku hanya menghambur-hamburkan uang saja, tak peduli ibu dan anaknya mau makan apa. Sampai suatu ketika uang tak lagi ia punya, mulailah dia meminjam uang di sana-sini. Dan kini aku harus menanggung beban berat sebagai kepala keluarga.”

      “Namun, dia tetaplah ayahku. Orang tua yang melahirkan aku ke dunia, aku membencinya. Tapi di lubuk hatiku dia tetaplah ayah yang aku sayang. Aku akan berusaha melewati kesulitan ini dan menyadarkan ayahku. Mungkin kelak dia akan sadar betapa aku menyayanginya,” tambahnya.

      “Kami akan bertahan,” katanya tersenyum saat melepas kepergian aku setelah hari beranjak sore. Ada kesungguhan dalam suaranya.

Sepanjang perjalanan pulang, pikiran aku tak pernah lepas dari sahabatku yang baik budiman itu. Sebagai sahabat aku merasa belum pernah berbuat baik kepadanya. Tidak pula yakin akan mampu melakukan seperti yang dilakukannya untuk menolong aku di siang itu. Dia telah membuktikan bahwa keberanian dan rasa tanggung jawab yang besar bisa timbul dari sebuah persahabatan yang tulus.

Dari segala hal yang dia lakukan, dialah pahlawan nyata bagiku yang secara gamblang mengajarkan banyak pelajaran tentang kehidupan. Hingga detik ini aku masih tetap mengaguminya, hingga mungkin kelak ajal menjemput aku dan dia.

Mataku melirik ke arah surat perintah dari kepolisian yang sedari tadi terduduk manis di kursi mobil sebelahku. Sebagai polisi yang baru saja ditugaskan untuk menangkap seorang pengguna narkoba di desa ini nilainya jauh lebih kecil dibandingkan persahabatan antara aku dan Bakir. Tapi Bakir tidak tahu, dengan surat perintah ini, akulah yang ditugaskan untuk menangkap ayahnya. Karena beliau sudah tertangkap basah menggunakan obat-obatan terlarang dan juga narkoba.

-Selesai-

Rabu, 21 Februari 2018

Februari 21, 2018

Starting a Blog? Ini Salah Satu Teknik Dasarnya Untuk Kamu [IntroBlog]



Halo para pembaca cerdas! Semoga kalian yang hadir di sini selalu diberikan kesehatan yang luar biasa ya, dan tetaplah menjadi manusia yang tidak sombong, serta selalu ingat bahwa di atas langit masih ada langit. Itu pesan kecil dari saya selaku admin blog ini.

Mungkin sebagian dari kalian bertanya-tanya mengapa kalian harus berkunjung ke blog ini atau apa keuntungan yang kalian dapatkan setelahnya? Jawabannya adalah melalui postingan kali ini. Saya akan mengajak kalian sedikit mengenal dan berbincang-bincang ala kadarnya mengenai blog sederhana saya ini.