"Anak itu terlahir
dari buah kasih, tanpa itu dia bukanlah seorang anak. Seorang anak yang lahir
ke dunia dari sebuah cangkang rembulan, bila mana anak itu baik parasnya,
tubuhnya perkasa. Dia adalah anakmu. Namun, suatu hari ketika tepat gerhana
bersenandung, anak itu bukanlah anakmu.”
Begitu bunyi pesan
yang kudengar dari seorang kakek tua yang tak sengaja kutemui di persimpangan
jalan Jendral Sudirman Palembang ketika diri ini hendak membuang sisa sampah
dari tempat kerjaku. Kakek itu datang dan dengan nada serak berkata
kepadaku,”Maukah kau anak muda mendengarkan sebuah cerita tentang seorang anak
yang hancur hatinya bisa memorak-porandakan hati ibunya dan mengoyak hati
ayahnya?”
Malam itu gerhana
sedang terang-terangnya, membungkus langit Kota Palembang dengan pesona tiada
tara. Kukira kakek tua itu hanya ingin menarik perhatianku untuk sekedar
memberinya sedikit uang dan lalu pergi seperti kebanyakan kakek tua di luar
sana. Namun, tatapannya tidak menjelaskan hal itu. Sekali lagi, kakek tua itu
berkata kepadaku, “Kuberi tahu kau tentang kisah ini anak muda agar suatu hari
kelak kesialan tak pernah menghampirimu.”
Aku paham bahwa
kakek tua ini hanya ingin bercerita dan mencari seseorang untuk mendengarkan
kisahnya. Ia takkan pergi sebelum aku mendengarkannya. Maka, setelah aku
merampungkan pekerjaanku, aku mempersilakan ia untuk bercerita tentang
kisahnya. Tempat kerjaku tutup tepat pukul 10 malam. Selama kurang lebih satu
jam aku mendengarkan kisah kakek itu. Dan, setelah mendengarkan kisah itu, aku
bahkan tak berani melangkahkan kakiku pulang ke rumah.
***
Kedatangan Gama
Palupi dari tanah seberang ke desa Timur Rimba Sumatera sekali ini selainnya
membawa dagangan seperti biasa, ia pun membawa oleh-oleh untuk istrinya.
Oleh-oleh itu bukanlah kain, melainkan oleh-oleh ini ialah seorang anak
laki-laki beumur 13 tahun. Sarijayani istri Gama Palupi sangat berterima kasih
kepada suaminya. Lama sudah ia minta dicarikan seorang anak untuk dijadikan
anak angkatnya karena sudah bertahun-tahun lamanya mereka tak dikaruniai anak.
Disayangilah oleh
istrinya anak itu dengan penuh kasih sayang. Kulit anak itu kotor dan dakinya
bertumpuk di sana-sini, akan tetapi Sari tak peduli. Sehari setelah suaminya
datang diramunyalah daun mengkeribung, daun kayu lubang, dan limau langir untuk
membersihkan anak pungutnya.
“Dayang.. ooo dayang, mari ke kambang nak, ibu mandikan engkau.”
Anak laki-laki itu diam saja tak menyahut.
“Mengapa engkau diam saja anakku?”
Gama Palupi tertawa. ”Bercakap dengan tunggul Suri? Anak itu belum bisa
berbicara dengan bahasa kita.
Diam sejenak Sari serta-merta berkata kepada suaminya, ”Oh iya, belum kita
beri nama rupanya. Baiklah kita namakan dia Primajaya, semoga dia dan kita
semuanya akan selalu jaya dan berbahagia selalu. Anakku engkau kami namakan
Primajaya.”
Melihat
kegembiraan istrinya Gama tak tega untuk menceritakan sesuatu yang ingin ia
katakan kepada istrinya. Sebuah pantangan setelah memohon kepada rembulan untuk
dikaruniai seorang anak. Namun, setelah memandangi sikap istrinya yang penuh
kasih sayang, mungkin tak perlulah Gama menceritakan pantangan itu. Semua akan
baik-baik saja.
***
“Sudah?
Cerita berakhir dengan bahagia bukan? Ah, tidak menarik seperti yang aku
harapkan.”
“Belum.
Cerita ini belum selesai.”
Kakek
tua itu tampak semakin serius dengan kisahnya.
Aku
mulai mendengarkan lagi.
Setelah
bertahun-tahun memiliki anak, lanjutnya, anak
itu tumbuh tidaklah seperti yang diharapkan Sari. Satu tahun terakhir Primajaya
tumbuh semakin lemah fisiknya. Ia tak setangguh dulu dan seakan mendapat
kutukan, ia mulai terlihat kurus.
Tatkala melihat
itu lenyaplah perlahan-lahan kasih sayang Sari, anaknya yang awalnya ia
harapkan bisa membantu kehidupan keluarga, malah menambah beban hidupnya.
Perhatian Sari pun berubah seiring waktu, ia lebih sering memarahi anak
angkatnya.
Setiap kali Sari
pulang dari kebun setiap kali pula ia marah-marah dan memukuli Primajaya,
sebabnya ia selalu terpukul melihat anaknya yang lemah dan tak berdaya itu.
Sari menganggap Primajaya lah penyebab kesengsaraan hidupnya bertambah.
Pikirnya ini semacam kutukan dari Dewa Langit.
Ketika malam tiba,
Primajaya menangis tersedu-sedu. Tepat gerhana sedang indah-indahnya, sayangnya
tak sama dengan isi hati ibunda angkatnya. Sarijayani tak tahan melihat tangis
itu berlarut-larut, ia kembali memarahi anak angkatnya. Dalam marahnya memenuhi
isi hatinya, dalam amarah yang tak pernah terbendung lagi, akhirnya Sari
berkata lantang.
“Kau
bukan anakku! Dasar anak pembawa sial!”
Setelah berkata
seperti itu Sari kembali ke kamarnya tanpa merasa bersalah sedikitpun,
sebaliknya ia pun puas. Kata-kata itu sedemikia rupa merobek-robek hati
Primajaya, memorak-porandakan perasaannya. Kemudian, cahaya gerhana perlahan
masuk menyinari ruangan itu. Lalu keesokan paginya.
***
Pukul dua dini
hari, tubuhku menunjukkan gejala kelelahannya, namun aku tak kunjung bisa
tidur. Kisah yang dituturkan kakek tua itu bernaung kuat di dalam pikiranku.
"Lalu,
keesokan paginya Primajaya membunuh ibu angkatnya sendiri. Tubuhnya yang lemah
berubah seketika menjadi tubuh yang perkasa, namun perasaannya dipenuhi dengan
amarah dan kemurkaan. Ayahnya Gama Palupi pulang dari perantauannya mencari
nafkah dan seakan tak percaya melihat pemandangan istrinya sudah tersungkur di
lantai ubin tak bernyawa. Belati masih tertanam kuat di genggaman anak
angkatnya.”
“Ia
telah lupa tentang pantangan ketika memohon agar dikaruniai seorang anak.
Pantangan itu ialah jangan seorang pun boleh menghancurkan perasaan anak ini.
Berilah ia kasih sayang, maka kalian akan selamat. Bila kau beri ia kemurkaan,
maka binasalah kalian.”
Malam itu gerhana
sedang terang-terangnya, membungkus langit Kota Palembang dengan pesona tiada
tara. Di saat itu istriku terbangun melihat aku tak kunjung terlelap.
”Suamiku, kapan
kita memiliki anak?”
Jangan
sayangku, aku tak mau memiliki anak.
-Selesai-
Cerpennya menggugah hati, ini pesan moral buat orang tua di luar sana yang menyia-nyiakan kebaikan anaknya. btw salam dari blogger padang, selalu berkarya kak
BalasHapusTerima kasih ya atas pujiannya, salam blogger juga ya
HapusHemm menginspirasi mas, semoga kita kelak menjadi ortu yg bener pduli sama anak kita
BalasHapus.
Iya semoga kita nanti jadi peduli ya. Terima kasih ya sudah berkunjung dan memberikan respon positif :)
HapusInspirasi dan tulisan yang berkesan, terima kasih ya, ditunggu cerita berikutnya.
BalasHapusInspirasi dan tulisan yang berkesan, terima kasih ya, ditunggu cerita berikutnya.
BalasHapusIya terima kasih kak sudah berkunjung. Salam blogger :D
HapusSaya terhitung orang yang suka baca cerpen atau novel, Blog ini bisa jadi bacaan saya nih..Ditunggu yah cerita berikutnya..
BalasHapusWah saya senang sekali anda memiliki hobi yang sama seperti saya. Iya siap, saya akan menulis cerita berikutnya dengan lebih seru tentunya hehe
HapusArtikel yang sangat bermanfaat, isinya menyentuh terutama buat saya yang sudah punya anak
BalasHapusTerima kasih komen positifnya. Iya semoga bermanfaat ya :)
Hapussangat menyentuh;(
BalasHapusAku mengerti perasaan kamu :(
HapusJadi sedih bacanya :'( ngena banget hiks
BalasHapusSedih itu salah satu ekpresi kebahagiaan mbak :)
Hapus