Breaking

Selasa, 06 Maret 2018

Kau (Bukan) Anakku





"Anak itu terlahir dari buah kasih, tanpa itu dia bukanlah seorang anak. Seorang anak yang lahir ke dunia dari sebuah cangkang rembulan, bila mana anak itu baik parasnya, tubuhnya perkasa. Dia adalah anakmu. Namun, suatu hari ketika tepat gerhana bersenandung, anak itu bukanlah anakmu.”

Begitu bunyi pesan yang kudengar dari seorang kakek tua yang tak sengaja kutemui di persimpangan jalan Jendral Sudirman Palembang ketika diri ini hendak membuang sisa sampah dari tempat kerjaku. Kakek itu datang dan dengan nada serak berkata kepadaku,”Maukah kau anak muda mendengarkan sebuah cerita tentang seorang anak yang hancur hatinya bisa memorak-porandakan hati ibunya dan mengoyak hati ayahnya?”

Malam itu gerhana sedang terang-terangnya, membungkus langit Kota Palembang dengan pesona tiada tara. Kukira kakek tua itu hanya ingin menarik perhatianku untuk sekedar memberinya sedikit uang dan lalu pergi seperti kebanyakan kakek tua di luar sana. Namun, tatapannya tidak menjelaskan hal itu. Sekali lagi, kakek tua itu berkata kepadaku, “Kuberi tahu kau tentang kisah ini anak muda agar suatu hari kelak kesialan tak pernah menghampirimu.”

Aku paham bahwa kakek tua ini hanya ingin bercerita dan mencari seseorang untuk mendengarkan kisahnya. Ia takkan pergi sebelum aku mendengarkannya. Maka, setelah aku merampungkan pekerjaanku, aku mempersilakan ia untuk bercerita tentang kisahnya. Tempat kerjaku tutup tepat pukul 10 malam. Selama kurang lebih satu jam aku mendengarkan kisah kakek itu. Dan, setelah mendengarkan kisah itu, aku bahkan tak berani melangkahkan kakiku pulang ke rumah.

***

Kedatangan Gama Palupi dari tanah seberang ke desa Timur Rimba Sumatera sekali ini selainnya membawa dagangan seperti biasa, ia pun membawa oleh-oleh untuk istrinya. Oleh-oleh itu bukanlah kain, melainkan oleh-oleh ini ialah seorang anak laki-laki beumur 13 tahun. Sarijayani istri Gama Palupi sangat berterima kasih kepada suaminya. Lama sudah ia minta dicarikan seorang anak untuk dijadikan anak angkatnya karena sudah bertahun-tahun lamanya mereka tak dikaruniai anak.

Disayangilah oleh istrinya anak itu dengan penuh kasih sayang. Kulit anak itu kotor dan dakinya bertumpuk di sana-sini, akan tetapi Sari tak peduli. Sehari setelah suaminya datang diramunyalah daun mengkeribung, daun kayu lubang, dan limau langir untuk membersihkan anak pungutnya.

     “Dayang.. ooo dayang, mari ke kambang nak, ibu mandikan engkau.”

Anak laki-laki itu diam saja tak menyahut.

     “Mengapa engkau diam saja anakku?”

Gama Palupi tertawa. ”Bercakap dengan tunggul Suri? Anak itu belum bisa berbicara dengan bahasa kita.

Diam sejenak Sari serta-merta berkata kepada suaminya, ”Oh iya, belum kita beri nama rupanya. Baiklah kita namakan dia Primajaya, semoga dia dan kita semuanya akan selalu jaya dan berbahagia selalu. Anakku engkau kami namakan Primajaya.”

Melihat kegembiraan istrinya Gama tak tega untuk menceritakan sesuatu yang ingin ia katakan kepada istrinya. Sebuah pantangan setelah memohon kepada rembulan untuk dikaruniai seorang anak. Namun, setelah memandangi sikap istrinya yang penuh kasih sayang, mungkin tak perlulah Gama menceritakan pantangan itu. Semua akan baik-baik saja.

***
               
     “Sudah? Cerita berakhir dengan bahagia bukan? Ah, tidak menarik seperti yang aku harapkan.”

     “Belum. Cerita ini belum selesai.”

Kakek tua itu tampak semakin serius dengan kisahnya.

Aku mulai mendengarkan lagi.

Setelah bertahun-tahun memiliki anak, lanjutnya, anak itu tumbuh tidaklah seperti yang diharapkan Sari. Satu tahun terakhir Primajaya tumbuh semakin lemah fisiknya. Ia tak setangguh dulu dan seakan mendapat kutukan, ia mulai terlihat kurus.

Tatkala melihat itu lenyaplah perlahan-lahan kasih sayang Sari, anaknya yang awalnya ia harapkan bisa membantu kehidupan keluarga, malah menambah beban hidupnya. Perhatian Sari pun berubah seiring waktu, ia lebih sering memarahi anak angkatnya.

Setiap kali Sari pulang dari kebun setiap kali pula ia marah-marah dan memukuli Primajaya, sebabnya ia selalu terpukul melihat anaknya yang lemah dan tak berdaya itu. Sari menganggap Primajaya lah penyebab kesengsaraan hidupnya bertambah. Pikirnya ini semacam kutukan dari Dewa Langit.

Ketika malam tiba, Primajaya menangis tersedu-sedu. Tepat gerhana sedang indah-indahnya, sayangnya tak sama dengan isi hati ibunda angkatnya. Sarijayani tak tahan melihat tangis itu berlarut-larut, ia kembali memarahi anak angkatnya. Dalam marahnya memenuhi isi hatinya, dalam amarah yang tak pernah terbendung lagi, akhirnya Sari berkata lantang.

     “Kau bukan anakku! Dasar anak pembawa sial!”

Setelah berkata seperti itu Sari kembali ke kamarnya tanpa merasa bersalah sedikitpun, sebaliknya ia pun puas. Kata-kata itu sedemikia rupa merobek-robek hati Primajaya, memorak-porandakan perasaannya. Kemudian, cahaya gerhana perlahan masuk menyinari ruangan itu. Lalu keesokan paginya.

*** 

Pukul dua dini hari, tubuhku menunjukkan gejala kelelahannya, namun aku tak kunjung bisa tidur. Kisah yang dituturkan kakek tua itu bernaung kuat di dalam pikiranku.

     "Lalu, keesokan paginya Primajaya membunuh ibu angkatnya sendiri. Tubuhnya yang lemah berubah seketika menjadi tubuh yang perkasa, namun perasaannya dipenuhi dengan amarah dan kemurkaan. Ayahnya Gama Palupi pulang dari perantauannya mencari nafkah dan seakan tak percaya melihat pemandangan istrinya sudah tersungkur di lantai ubin tak bernyawa. Belati masih tertanam kuat di genggaman anak angkatnya.”

     “Ia telah lupa tentang pantangan ketika memohon agar dikaruniai seorang anak. Pantangan itu ialah jangan seorang pun boleh menghancurkan perasaan anak ini. Berilah ia kasih sayang, maka kalian akan selamat. Bila kau beri ia kemurkaan, maka binasalah kalian.”

Malam itu gerhana sedang terang-terangnya, membungkus langit Kota Palembang dengan pesona tiada tara. Di saat itu istriku terbangun melihat aku tak kunjung terlelap.

     ”Suamiku, kapan kita memiliki anak?”

Jangan sayangku, aku tak mau memiliki anak.

-Selesai-


15 komentar:

  1. Cerpennya menggugah hati, ini pesan moral buat orang tua di luar sana yang menyia-nyiakan kebaikan anaknya. btw salam dari blogger padang, selalu berkarya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih ya atas pujiannya, salam blogger juga ya

      Hapus
  2. Hemm menginspirasi mas, semoga kita kelak menjadi ortu yg bener pduli sama anak kita
    .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya semoga kita nanti jadi peduli ya. Terima kasih ya sudah berkunjung dan memberikan respon positif :)

      Hapus
  3. Inspirasi dan tulisan yang berkesan, terima kasih ya, ditunggu cerita berikutnya.

    BalasHapus
  4. Inspirasi dan tulisan yang berkesan, terima kasih ya, ditunggu cerita berikutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya terima kasih kak sudah berkunjung. Salam blogger :D

      Hapus
  5. Saya terhitung orang yang suka baca cerpen atau novel, Blog ini bisa jadi bacaan saya nih..Ditunggu yah cerita berikutnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah saya senang sekali anda memiliki hobi yang sama seperti saya. Iya siap, saya akan menulis cerita berikutnya dengan lebih seru tentunya hehe

      Hapus
  6. Artikel yang sangat bermanfaat, isinya menyentuh terutama buat saya yang sudah punya anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komen positifnya. Iya semoga bermanfaat ya :)

      Hapus
  7. Jadi sedih bacanya :'( ngena banget hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedih itu salah satu ekpresi kebahagiaan mbak :)

      Hapus